Minggu, 13 Oktober 2019

FILOSOFI SOCIOPRENEUR


Sejak membuka kelas konseling bisnis berbasis WA, fikiran memang terus tertantang untuk berfikir. Salah satunya adalah kasus salah satu klien konseling yang mendedikasikan dirinya untuk mendidik anak-anak muda agar bisa menggunakan komputer.

Beliau adik kelas Saya di ITB. Kami memang punya ingatan akan ComLabs. Sebuah lab komputer yang punya banyak program edukasi untuk mahasiswa. Hampir semua software aplikasi teknik diajarkan di ComLabs.

Kali ini beliau tinggal di sebuah daerah minus di Jawa Tengah. Jangankan anak-anak SMP-SMA ini membayar kursus komputer, untuk hidup sehari-hari saja anak-anak ini kesulitan.

Suami istri ini kemudian terus bertahan dalam beban operasional yang tinggi. Mimpinya sederhana : anak-anak desa ini harus bisa microsoft word, harus bisa excel, harus ngerti menggunakan software desain grafis. Itu mimpi mereka.

*****

Saya mencium aroma filantropi dalam diskusi di grup WA tersebut. Nampaknya suami istri ini senang sekali melayani masyarakat. Ini bukan tentang untung lagi. Walau oeprasionalnya berat, mereka tetap bertahan.

Saya pun akhirnya mengingatkan, pola main begini jangan dipertahankan. Bisa kuat sampai kapan? Bisa tahan sampai kapan? Suatu saat akan patah juga kalo terus menerus tergerus.

Saya tawarkan konsep baru : Sociopreneur. Mengapa tidak menggaet donatur. Tetap melayani anak-anak desa untuk bisa komputer, tetapi uangnya tidak perlu dari peserta didik. Cari donatur yang punya visi membekali anak desa dengan kompetensi kemampuan komputer. Pasti ada. InsyaAllah.

Awalnya konsep ini sedikit mengalami resistensi. Dan hampir semua pengusaha UMKM tidaklah umum dengan konsep sociooreneur. Ada keengganan mengelola dana bantuan dari publik. Padahal konsep ini banyak kebaikannya.

Tulisan kali ini berniat mengkampanyekan Sociopreneur. Semoga pemahaman sociopreneur ini bisa menjalar ke seluruh negeri..

*****

Ada 5 poin mengapa Sociopreneur ini penting :

1. Agar amal sholih terus langgeng lestari

Hari ini kemaksiatan boleh berbentuk bisnis. Lihat saja dunia hiburan malam. Pendekatan bentuk mereka adalah bisnis. Kemaksiatan dikemas secara profesional dan market nya mau bayar. Akhirnya aktivitas kegelapan ini berlangsung langgeng.

Kenapa langgeng? Karena setiap orang yang bergerak didalamnya mendapatkan benefit yang terukur dan jelas. Mereka bisa fokus bekerja didalam industri kemaksiatan. Apapun bagiannya. Fokus. Tanpa harus cari sampingan ini itu.

Berbeda dengan amal sholih seperti mengkursuskan komputer anak-anak desa. Pertanyaannya, sampai kapan para penggerak kemanusiaan ini kuat menyelenggarakan program? Seberapa lama para penggerak ini bisa terus berbuat, ditengah ketiadaan daya dukung materi atas kehidupan mereka.

Inilah alasan pertama, mengapa para penggerak kebaikan itu harus menoleh pada konsep sociopreneur.

2. Agar amal sholih dapat diselenggarakan secara profesional.

Jika amal sholih hanya menggunakan relawan, maka Anda tidak bisa menuntut profesionalitas pada kerja mereka. Karena sejatinya mereka adalah orang-orang yang secara sukarela membantu. Sudahlah tidak dibayar, Anda tidak bisa menuntut ini itu. Kerja dakwah jadi tidak bisa terukur.

Berbeda jika para pekerja dakwah ini mendapatkan kepastian benefit dari organ dakwah. Maka organ dakwah atau entitas filantropi yang ada, mampu melakukan kontrol kuat pada aktivitas para pekerja kebaikan.

Jika sdm pekerja kemanusiaan dibayar secara profesional, maka masyarakat bisa menuntut kerja serius para penggerak. Tidak ada lagi istilah kerelaan yang ujungnya kerja setengah-setengah.

3. Agar ekonomi terus berputar

Jika para sociopreneur menggerakkan amal sholih, menggerakkan donatur, maka dana yang diam akan bergerak. Anak-anak desa yang gak bisa akses layanan jasa edukasi komputer misalnya, akhirnya bisa merasakan layanan edukasi. Karena adanya donatur yang mendukung program.

Akhirnya para pengajar jadi memiliki lapangan pekerjaan. Ruang-ruang kelas tergunakan. Kebermanfaatan bergerak. Itulah makna dari sociopreneur. Ekonomi bergerak dan berputar. Inilah makna kesejahteraan.

*****



SHARE THIS

Author:

Facebook Comment

0 komentar: